Pekan-pekan gejolak di pasar saham telah membuat para pemimpin Eropa dan AS semakin terbuka pada kemungkinan untuk mengeluarkan pernyataan soal resesi. Para analis sudah lebih dulu menyatakan resesi akan terjadi. Ekonom menyatakan negara maju belum stabil.
Kepanikan masyarakat umum dan kepanikan di pasar finansial soal potensi resesi telah membuat konsumen dan pebisnis menghemat pengeluaran. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi AS dan Eropa akan kembali anjlok setelah tertimpa resesi pada 2008.
Pemerintahan juga mendapatkan tekanan dari pasar dan dari sisi politik untuk mengurangi pengeluaran. Pada saat keuangan negara tertimpa utang, pemerintah sulit menangkal krisis dengan menggelontorkan dana sebagai stimulus ekonomi.
Pekan lalu, angka sudah berbicara. Pertumbuhan ekonomi di zona euro—17 negara pengguna mata uang euro—hanya 0,2 persen pada kuartal kedua. Ekonomi Jerman, mesin pertumbuhan nomor satu di zona itu, juga hanya tumbuh 0,1 persen.
Morgan Stanley telah memperingatkan AS dan Eropa sedang memasuki masa resesi. Pertemuan antara pemimpin Jerman dan Perancis juga tidak berhasil meyakinkan bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah utang di zona euro.
Kombinasi kabar-kabar buruk itu membuat harga saham global jatuh lagi. Indeks S&P 500 di AS turun 4,7 persen dalam satu pekan dan turun 15,3 persen dalam satu bulan belakangan ini. Indeks FTSE 100 Inggris turun 12,5 persen dalam sebulan, CAC 40 Perancis melemah 18,4 persen, bahkan DAX Jerman melorot 23,8 persen hanya dalam satu bulan.
Nilai aset sebesar triliunan dollar AS lenyap dalam sekejap akibat penjualan saham. Para investor mengalihkan aset mereka ke instrumen yang lebih aman, yaitu obligasi Pemerintah AS, franc Swiss, dan yen Jepang.
Ekonom dari AS dan Eropa memangkas proyeksi pertumbuhan. ”Kami merevisi perkiraan pertumbuhan AS dan Eropa karena sedang mendekati resesi berbahaya, julukan bagi kontraksi pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut, yang diperkirakan akan terjadi selama 6-12 bulan mendatang,” demikian dikatakan Morgan Stanley.
Kurang senjata
”Kebijakan intervensi dari Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral AS, dan Pemerintah AS tidak tepat,” ujar John Silvia, ekonom di Bank Wells Fargo, AS. Bagi Eropa dan AS, tak ada ruang lagi untuk menurunkan suku bunga untuk menstimulasi pertumbuhan. Bank sentral dapat menekan perbankan agar mengucurkan lebih banyak lagi uang ke pasar komersial, tetapi tidak jelas apakah hal itu dapat menstimulasi perekonomian.
Di Eropa, negara yang lebih kaya juga mulai mengalami gangguan keuangan karena telah memberikan dana talangan ke Yunani, Portugal, dan Irlandia. ”Kami masih memerlukan solusi yang berarti di Eropa. ECB tampaknya tidak dipersenjatai untuk memecahkan krisis,” ujar Chris Low dari FTN Financial.
Di AS, beberapa ekonom menyerukan agar ada program pembangunan industri seperti yang pernah dilakukan sehingga negara itu dapat bangkit dari Depresi Besar tahun 1929.
Dalam beberapa pekan ini, Presiden Barack Obama diharapkan mengungkapkan inisiatif untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Bank Sentral AS sudah menyiratkan masih memiliki senjata untuk meningkatkan pertumbuhan. Dalam pidatonya Jumat mendatang, diharapkan Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke akan mengungkapkan apa yang akan dilakukan.
Goldman Sachs juga telah memeringkatkan program pengurangan anggaran akan menurunkan pertumbuhan ekonomi AS lebih dari 1 persen.
Sumber :
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung dan memberikan komentar. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke blog ini.