Monday, October 24, 2011

DPR Akan Membatalkan Pembelian Saham Newmont Oleh PIP

Pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP), akan dibatalkan oleh DPR. Hal ini menyusul dikeluarkannya opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa transaksi pembelian saham sisa divestasi oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) itu terbukti menggunakan dana APBN. Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, pendapat BPK atas hasil audit pembelian saham Newmont, menyebutkan bahwa ada pelanggaran. Untuk itu, Komisi XI akan menjadwalkan pemanggilan Menkeu dalam waktu secepatnya.

Harry Azhar menyebutkan, ada dua poin dalam opini akuntan independen negara itu yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah. "BPK menyatakan bahwa untuk kepentingan investasi yang menggunakan anggaran Negara, perlu aturan pemerintah tersendiri. Sama seperti PMN (Penyertaan Modal Negara) yang dikucurkan bagi perusahaan BUMN, itu semua perlu aturan khusus. Kedua, dalam kebijakan investasi ini Pemerintah mesti mengajukan permohonan persetujuan dari DPR karena sumber dana pembelian saham itu berasal dari dana APBN. Sedangkan selama ini Menkeu tidak pernah meminta restu dari DPR. Dengan adanya pendapat BPK itu, maka transaksi saham Newmont itu batal demi hukum.

Di sisi lain, mantan Dirjen Minerbapabum Kementerian ESDM, Simon F. Sembiring menyatakan, opini BPK atas transaksi sisa saham Newmont patut didukung, dan DPR patut menindaklanjuti pendapat auditor independen tersebut. Simon juga mengingatkan soal transaksi saham PT NNT sebesar 2,2 persen dari pemilik lamanya, PT Pukuafu Indah kepada PT Masbaga Investama. Pasalnya, pengambilalihan saham itu ditengarai hanya akal-akalan Newmont Mining Corporation, holding Newmont di Amerika Serikat, untuk tetap menjadi pemilik mayoritas perusahaan tambang itu.

Sementara itu, Anggota Komisi XI, Nusron Wahid menilai, keputusan Menkeu Agus Martowardojo membeli saham Newmont telah menyalahi UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 24 ayat (2) dan (7) tentang pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah. Selain itu, pembelian itu melanggar UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 45 ayat (2), Pasal 68 ayat (2), serta Pasal 69 ayat (2) dan (3) yang mengatur tentang pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara jual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.


Pemerintah Tetap “Cuek”
Menanggapi soal simpulan hasil audit BPK dan permintaan DPR untuk membatalkan pembelian saham 7% PT NNT tersebut, menteri keuangan- Agus D. W. Martowardojo, mengaku belum menerima laporan hasil audit BPK tersebut. Seperti yang diberitakan, Kementerian Keuangan selaku wakil pemerintah tetap meyakini bahwa PIP memiliki kewenangan untuk melakukan investasi tak permanen dalam proses divestasi itu, tanpa harus minta persetujuan DPR.

Agus juga mengatakan, kegiatan penanaman modal yang dilakukan pemerintah sudah diatur dalam Undang-Undang No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 41.Dalam produk hukum tersebut dijelaskan bahwa persetujuan DPR hanya dibutuhkan jika pemerintah melakukan investasi yang sifatnya permanen, seperti penyertaan modal negara. Sementara untuk investasi yang sifatnya tak permanen, pemerintah diberikan kewenangan untuk itu tanpa harus meminta ijin terlebih dahulu ke parlemen. (#SO)

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung dan memberikan komentar. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke blog ini.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More