Amerika Serikat dan Indonesia menandatangani perjanjian pengalihan utang untuk alam di bawah UU konservasi hutan tropis AS Tropical Forest Conservation Act (TFCA) tahun 1998.
Kesepakatan ini akan mengurangi pembayaran utang Indonesia ke Pemerintah AS dalam 8 tahun ke depan sebesar hampir 28,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 250 miliar.
Sebagai gantinya, Pemerintah Indonesia akan berkomitmen untuk menggunakan dana ini dalam mendukung hibah untuk melindungi dan memulihkan hutan tropis di Kalimantan.
Perjanjian ini, dalam kemitraan dengan World Wide Fund for Nature-Indonesia (WWF) dan The Nature Conservancy (TNC), akan menjadi pengalihan utang untuk alam TFCA yang kedua di Indonesia.
Perjanjian yang pertama ditandatangani pada tahun 2009 untuk mendukung kegiatan konservasi hutan di pulau Sumatra. Kedua perjanjian ini membantu pencapaian tujuan Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia di bidang perubahan iklim dan lingkungan.
Kalimantan secara historis memiliki hutan paling terpencil dan kaya biota. Saat ini terdapat 15.000 tanaman bunga di Kalimantan dan pulau ini menjadi habitat bagi sejumlah besar spesies satwa dilindungi seperti, orang utan, macan tutul, dan gajah kerdil.
TFCA Indonesia kedua menjadi yang ke-18 di seluruh dunia, setelah perjanjian sebelumnya dilakukan dengan Banglades, Belize, Botswana, Brasil, Kolombia, Kosta Rika (dua perjanjian), El Salvador, Guatemala, Indonesia (kini dua perjanjian), Jamaika, Panama (dua perjanjian), Paraguay, Peru (dua perjanjian), dan Filipina.
1 komentar:
Mengapa harus utang? bukankah seharusnya Indonesia berhak mendapatkan kompensasi dalam pengendalian perubahan iklim yang disebabkan oleh gas emisi yang dihasilkan industri-industri imperialisme? Lagi pula, dibalik utang tersebut, ada kepentingan Amerika Serikat dan negeri-negeri imperialisme lainnya untuk menjadikan hutan Indonesia sebagai sumber kebutuhan energi nabati bagi industri negeri-negeri imperialisme karena krisis energi fosil yang dialami. Misalnya saja program kampanye perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia seluas 1,8 juta hektar di perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kalimantan (Kalimantan Border Oil Palm Mega Project). Disatu sisi, negeri-negeri imperialisme tidak mau mengurangi kapasitas produksi gas emisinya, dan mengklaim telah melakukan pengurangan gas emisi hanya dengan lebih banyak menggunakan bahan bakar energi nabati yang salah satunya di ekspor dari Indonesia.
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung dan memberikan komentar. Jangan lupa untuk berkunjung kembali ke blog ini.